Dharmasraya (Rangkiangnagari) - Kabupaten Dharmasraya kini berada di sebuah persimpangan jalan yang penuh teka-teki dan badai tanda tanya. Sejak dilantiknya Drs. Jasman Rizal sebagai Penjabat (PJ) Sekretaris Daerah (Sekda) Dharmasraya oleh Bupati Annisa Suci Ramadhani pada Jumat, 18 Juli 2025, arus informasi yang mengiringi nama beliau tidak datang dari angin semilir prestasi, melainkan dari gelombang deras pemberitaan yang tak sedap.
Masyarakat masih belum lupa, masih terngiang-ngiang ditelinga beberapa bulan yang lalu tepatnya dalam pemberitaan media online SuaraIndonesia1 edisi 19 April 2024, nama Jasman Rizal disebut-sebut dalam pusaran dugaan praktik yang berpotensi menabrak rambu-rambu hukum. Dugaan itu mengemuka saat beliau menjabat sebagai Penjabat Wali Kota Payakumbuh, bersamaan pula dengan posisi strategis sebagai Kadis Kominfo. Bersama penanggung jawab PT. Marawa Transmisi Media (MTM), mereka diduga terlibat dalam persoalan putusnya layanan internet di lingkungan Pemko Payakumbuh sebuah proyek dengan nilai kontrak mencapai Rp 1,8 miliar, yang disebut-sebut berpotensi melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor.
Kini publik bertanya-tanya, mau dibawa ke mana Dharmasraya yang dijuluki Bumi Ranah Cati Nan Tigo ini oleh Srikandi pertama di Sumatera Barat, Annisa Suci Ramadhani? Apakah ini pilihan strategis atau justru manuver nekat politik birokrasi?
Seratus hari kepemimpinan di bawah duet Srikandi dan PJ Sekda Jasman Rizal seolah melukiskan sebuah kapal yang sedang berlayar di tengah samudra luas tanpa peta, tanpa kompas, dan tanpa nakhoda sejati. Angin perubahan yang diharapkan justru berganti menjadi badai keraguan. Terombang-ambing. Tidak tahu arah. Tak jelas tujuan. Sebagian masyarakat bahkan mulai bertanya, dengan nada getir apakah kapal bernama Dharmasraya sedang menuju pelabuhan harapan atau justru menuju karang kehancuran?
Apakah ini cerminan dari arah kepemimpinan seorang bupati perempuan pertama di ranah Minangkabau yang lebih dikenal karena gaya simbolik dan pencitraan semata, namun lemah dalam menata pondasi birokrasi yang bersih dan berintegritas? Ataukah ini hanya langkah politik jangka pendek demi menutup lubang-lubang kekuasaan yang mulai goyah?
Kita tidak ingin berspekulasi terlalu jauh. Namun rakyat tidak buta. Mereka menyaksikan. Mereka menimbang. Dan mereka menunggu. Karena sejarah selalu mencatat. kekuasaan yang tidak bersandar pada amanah dan akal sehat, pada akhirnya akan karam dalam diam, ditelan ombak ketidakpercayaan publik.
Waktu akan menjadi hakimnya. Namun satu hal yang pasti rakyat Dharmasraya tidak butuh drama, mereka butuh arah.(St)