PADANG(RS) – Pria bule asal Australia tidur di panggung Ruang Produksi Manti Menulik, Ladang Tari Nan Jombang. Dia berbaring berkemul baju-baju miliknya. Dia terbangun, kemudian menulis pada sebuah buku yang ditaruh dengan posisi terbuka di sampingnya.
Dia menulis tergesa-gesa, seolah baru saja mendapat ilham. Dia tidur lagi, terbangun dan menulis lagi, hingga beberapa kali. Saat telah benar-benar bangun, dia melihat hasil coretannya, dan tiba-tiba wajahnya berubah resah dan gelisah.
Begitulah awal dari penampilan Callum Mooney, koreografer sekaligus penari asal Australia pada rangkaian pertunjukan seni Kaba Festival 2018, Minggu (2/12).
Seniman tari yang tergabung dalam grup bernama Sturt Dance ini kemudian bergerak, mondar-mandir, menari dan seolah terus saja mencari obat dari resah dan gelisahnya. Kadang ia menulis, kadang menari, kadang melukis dan sesekali suara-suara dalam dirinya terus menghantui.
Callum terus bergerak, menari dan larut dalam kegelisahannya. Dia menggali ide, membuat karya, tapi tak juga menemukan jawaban atau sesuatu yang mengganggu dari coretan yang dia dapat dari mimpinya. Hingga di akhir penampilan, Callum tersenyum bahagia, seperti baru saja melihat keindahan yang sempurna. Dia pun kemudian melompat dari meja, dan lalu ruangan itu kelam.
Callum dengan basic hip-hop dan dengan karakter Australia yang kental pada penampilannya ingin menyampaikan bagaimana cerita tentang keindahan dan kehidupan tragis dari kegagalan seniman kreatif secara psikologi. Selain itu, karya ini juga menjelaskan tentang dunia imajinatif dari sebuah pemikiran yang terbagi-bagi di dalam diri seniman.
Usai penampilan Callum, pertunjukan malam itu dilanjutkan dengan penampilan tari dari seorang lelaki gaek asal Prancis. Mic Guillaumes, umur 69 tahun dan masih aktif berkarya. Seniman yang baru pertama kali tampil di Indonesia ini pada malam itu menampilkan karya tari berjudul Memories of Future.
Sementara itu, Pimpinan Nan Jombang, Ery Mefri menilai penampilan koreografer dari Australia dan Prancis itu sungguh menggembirakan pihaknya sebagai penyelenggara. Karena menurut Ery, dua koreografer itu memang sedang jadi perhatian dunia. Ia mengaku kalau kurator festival ini dalam mendatangkan koreografer yang mapan dan berkualitas juga berkomunikasi dengan jaringan di beberapa negara.
Seperti diketahui juga, pada festival ini hadir sebanyak 15 kelompok seni pertunjukan dari lima negara tampil di Ladang Tari nan Jombang.
Adapun 15 seniman (koreografer) yang menyemarakkan Kaba Festival yang kelima-kalinya ini, yaitu AcoDanceCompany (Makassar), Aquick Percussion (Jakarta), Gerard Mosterd (Belanda), Impessa Dance Company (Padang), Komunitas Tari Galang Performing Arts (Padang), Mic Guillaumes (Prancis), PLT Laksemana (Pekanbaru) Rianto (Tokyo), Rumah Gadang Dance Company (Kabupaten Solok), Rumah Seni Balai Proco (Riau), Su-En Butoh Company (Swedia), Sukri Dance Theatre (Padang Panjang), Tantra Dance Theatre (Padang) Widyarini NJ (Jakarta) dan Sturt Dance (Australia).
Dia menulis tergesa-gesa, seolah baru saja mendapat ilham. Dia tidur lagi, terbangun dan menulis lagi, hingga beberapa kali. Saat telah benar-benar bangun, dia melihat hasil coretannya, dan tiba-tiba wajahnya berubah resah dan gelisah.
Begitulah awal dari penampilan Callum Mooney, koreografer sekaligus penari asal Australia pada rangkaian pertunjukan seni Kaba Festival 2018, Minggu (2/12).
Seniman tari yang tergabung dalam grup bernama Sturt Dance ini kemudian bergerak, mondar-mandir, menari dan seolah terus saja mencari obat dari resah dan gelisahnya. Kadang ia menulis, kadang menari, kadang melukis dan sesekali suara-suara dalam dirinya terus menghantui.
Callum terus bergerak, menari dan larut dalam kegelisahannya. Dia menggali ide, membuat karya, tapi tak juga menemukan jawaban atau sesuatu yang mengganggu dari coretan yang dia dapat dari mimpinya. Hingga di akhir penampilan, Callum tersenyum bahagia, seperti baru saja melihat keindahan yang sempurna. Dia pun kemudian melompat dari meja, dan lalu ruangan itu kelam.
Callum dengan basic hip-hop dan dengan karakter Australia yang kental pada penampilannya ingin menyampaikan bagaimana cerita tentang keindahan dan kehidupan tragis dari kegagalan seniman kreatif secara psikologi. Selain itu, karya ini juga menjelaskan tentang dunia imajinatif dari sebuah pemikiran yang terbagi-bagi di dalam diri seniman.
Usai penampilan Callum, pertunjukan malam itu dilanjutkan dengan penampilan tari dari seorang lelaki gaek asal Prancis. Mic Guillaumes, umur 69 tahun dan masih aktif berkarya. Seniman yang baru pertama kali tampil di Indonesia ini pada malam itu menampilkan karya tari berjudul Memories of Future.
Sementara itu, Pimpinan Nan Jombang, Ery Mefri menilai penampilan koreografer dari Australia dan Prancis itu sungguh menggembirakan pihaknya sebagai penyelenggara. Karena menurut Ery, dua koreografer itu memang sedang jadi perhatian dunia. Ia mengaku kalau kurator festival ini dalam mendatangkan koreografer yang mapan dan berkualitas juga berkomunikasi dengan jaringan di beberapa negara.
Seperti diketahui juga, pada festival ini hadir sebanyak 15 kelompok seni pertunjukan dari lima negara tampil di Ladang Tari nan Jombang.
Adapun 15 seniman (koreografer) yang menyemarakkan Kaba Festival yang kelima-kalinya ini, yaitu AcoDanceCompany (Makassar), Aquick Percussion (Jakarta), Gerard Mosterd (Belanda), Impessa Dance Company (Padang), Komunitas Tari Galang Performing Arts (Padang), Mic Guillaumes (Prancis), PLT Laksemana (Pekanbaru) Rianto (Tokyo), Rumah Gadang Dance Company (Kabupaten Solok), Rumah Seni Balai Proco (Riau), Su-En Butoh Company (Swedia), Sukri Dance Theatre (Padang Panjang), Tantra Dance Theatre (Padang) Widyarini NJ (Jakarta) dan Sturt Dance (Australia).
#Ryan