Suasana workshop di sebuah hotel di Padang
Padang, Rangkiang Nagari( Des) – Sekolah Pascasarjana Universitas Andalas (Unand) melalui Program SIAP SIAGA Megathrust menyelenggarakan "Workshop Buku Kajian Megathrust" di Hotel Mercure Padang.
Tujuan kegiatan ini untuk mensosialisasikan temuan, menyampaikan hasil kajian, dan mengumpulkan masukan penting sebelum buku ini diajukan ke BNPB.
Diskusi dihadiri perwakilan BPBD, Dinas terkait, akademisi, praktisi serta para ahli kebencanaan. Kegiatan ini dibuka secara resmi Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) Unand, Prof. Dr. Eng. Ir. Febrin Anas Ismail, MT dan mendapat sambutan positif dari seluruh stakeholders.
Ketua Panitia sekaligus Ketua Prodi Magister Manajemen Bencana (MMB) Unand, Prof. Dr. Eng. Ir. Fauzan, ST, MSc (Eng), menyampaikan, workshop ini adalah upaya kolektif untuk menghasilkan panduan komprehensif untuk membangun kesadaran dan mempersiapkan diri menghadapi megathrust.
Prof Dr Eng Fauzan sedang menyampaikan pendapat di tengah suasana workshop
Buku kajian strategis disusun Tim Ahli dari Program Magister Manajemen Bencana (MMB) dan Pusat Studi Bencana (PSB) Unand, yang terdiri dari pakar-pakar ternama: Prof. Dr. Eng. Ir. Febrin Anas Ismail, MT; Prof. Dr. Eng. Ir. Fauzan, ST, MSc(Eng); Prof. Ir. Abdul Hakam, M.T., Ph.D; Prof. Dr. Ir. Bambang Istijono, ME; Drs. Rinaldi Ekaputra, MSi; dan Prof. Yenny Narny, SS, MA, Ph.D.
Pihak Unand menyampaikan buku ini akan diterbitkan Akhir Desember 2025 dalam dua versi bahasa, yaitu Indonesia dan Inggris. Karya ilmiah ini diharapkan dapat dijadikan referensi utama bagi pemerintah dan masyarakat dalam menyusun kebijakan mitigasi bencana Megathrust, yang menurut BMKG, berpotensi besar terjadi di zona subduksi Selat Sunda dan Mentawai.
Dalam sesi diskusi yang diikuti perwakilan BPBD, dinas terkait, dan komunitas, mayoritas masukan ditekankan pada pendekatan mitigasi non-struktural. Peserta menyoroti pentingnya penguatan peran keluarga, kelompok, komunitas, dan pemerintah nagari/desa sebagai garda terdepan. KOGAMI (Kelompok Siaga Tusnami) mengingatkan, evakuasi mandiri berbasis peringatan alami (gempa) harus diakui sebagai sistem EWS yang paling utama dan andal, mengingat risiko kegagalan listrik pada EWS berbasis teknologi.
Pengembangan EWS inklusif bagi penyandang disabilitas juga didorong sebagai kebutuhan mendesak.
Terdapat juga masukan teknis dan struktural yang penting. Peserta menyarankan agar buku ini mencantumkan pola pengulangan gempa historis, serta kajian diperluas meliputi dampak terhadap ekosistem dan lingkungan. Selain itu, analisis dampak bencana harus disesuaikan dengan lima kategori JITUPASNA (Infrastruktur, Ekonomi, Sosial, Permukiman, dan Lintas Sektor).
Ancaman likuifaksi juga disorot, terutama di Padang (Air Pacah dan Pasir Jambak), dan disarankan agar Peta Likuifaksi dari Badan Geologi dijadikan acuan. Untuk evakuasi, penetapan batas fisik Tsunami Safe Zone (blue line) di pesisir dinilai sangat krusial.
Akhirnya, workshop menyimpulkan pentingnya buku ini mendorong implementasi kebijakan yang efektif, termasuk Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) dan Sistem Komando Penanganan Darurat Bencana (SKPDB) yang terintegrasi.
Dengan mengintegrasikan data ilmiah mutakhir dan kearifan lokal melalui masukan komunitas, buku ini diharapkan dapat menjamin kesiapsiagaan Sumatera Barat dalam dalam menghadapi skenario terburuk Megathrust.(*b).


