Kontroversial Jokowi Menjelang Akhir Jabatan

Oleh. Basril Basyar

Menjelang berakhir masa jabatan Joko Widodo (Jokowi) sebagai Presiden Republik Indonesia 20 Oktober 2024 mendatang, beragam kontroversi dilakukan  Jokowi sebagai pimpinan tertinggi negara.

Ketika pemilu akan berlangsung 14 Februari 2024 silam, Jokowi melontarkan pendapatnya bahwa seorang presiden itu boleh cawe- cawe atau mencampuri urusan pemilihan presiden dan wakil presiden bahkan juga boleh memihak kepada seorang kandidat, katanya 

Pada hal dalam pidato sebelumnya, Jokowi mengatakan aparat pemerintah dilarang ikut menjadi tim sukses atau menjadi tim pendukung untuk calon tertentu. Pejabat negara atau PNS tidak dibenarkan memberikan dukungan secara terbuka. Harus netral.

Sikap Jokowi yang demikian membuat publik marah.Pengamatpun memberikan pendapat yang keras. Pembahasan mengenai undang- undang dari pengamat menghiasai halaman media, cetak ataupun online. Partai yang berada di luar pemerintahan terus menolak cara- cara tersebut.

Protes demi protes dilontarkan oleh pihak - pihak yang merasa dirugikan oleh pendapat dan sekaligus sikap presiden itu.

Pengamat hukum Bivitri Susanti tampil secara terbuka menjelaskan pendapat Jokowi tersebut. Ia menyebut jangan melihat pasal- pasal dalam undang-undang tersebut secara sepotong- sepotong. Tetapi lihatlah secara utuh dan komprehensif.

Menurut dia seorang presiden itu tidak boleh cawe-cawe kecuali ia sendiri maju kembali sebagai calon presiden.

Jokowi tidak pernah bergeming dengan protes itu. Ia sebagai penguasa tertinggi di negeri ini terus saja berjalan dengan apa yang ia katakan.

Dengan kekuatan tiga partai pendukungnya yang setia, Golkar, PAN dan Gerindra, Jokowi terus saja bergerak.

Tidak lama berselang putera keduanya Kaesang Pangarep masuk menjadi anggota Partai Solidaritas Indonesia ( PSI ) yang selama ini menjadi bahagian dari pendukung Jokowi. Tetapi non parlemen karena suaranya yang tidak mencukupi 4 persen.

Dua hari Kaesang menjadi anggota, langsung di daulat menjadi Ketua umum DPP PSI. Hebatnya lagi dalam beberapa hari terakhir perhitungan suara real count, suara PSI melejit tembus ke angka 3,13 persen, hampir mencapai angka parlemen Threshold 4 persen.

Tentu perolehan suara yang melonjak ini membuat pengurus partai lain ribut dan protes, apalagi suara beberapa partai yang tidak berada dalam barisan 02 cenderung terkuras, PDI umpamanya.

Lagi- lagi kecurigaan bermuara kepada Jokowi. Sebagai kepala negara ditenggarai Jokowi mengetahui kecurangan - kecurangan ini dan diduga dengan kroni partainya ikut bermain.

Tetapi sekali lagi Jokowi tidak bergeming. Proses perhitungan suara dengan sistem sirekap yang kontroversial tetap digunakan KPU dan terus saja berjalan.

Akankah hal ini menambah dosa- dosa Jokowi yang tidak bijak dan jujur dalam mengemban tugas sebagai kepala pemerintahan, hanya masa yang akan menjawab.***

Labels: , ,
[blogger]

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.