Bedah Buku di Unand, Seharusnya Irman Gusman Divonis Bebas

PADANG (RangkiangNagari) – Mantan Ketua DPD RI, Irman Gusman yang dijatuhi hukuman 4,5 tahun atas kasus penerimaan suap pada 2017 lalu seharusnya dibebaskan, karena proses hukum yang cacat. Selain itu, untuk baiknya hukum di Indonesia, hakim pun perlu revolusi mental agar bisa menegakkan keadilan berdasarkan kebenaran.

Hal itu dikatakan Prof. Eman Suparman, Guru Besar Fakultas Hukum (FH) Unpad saat menjadi narasumber dalam Diskusi Akademik dan Bedah Buku “Menyibak Kebenaran” – Eksaminasi Terhadap Putusan Perkara Irman Gusman, Rabu (12/12) di Aula Kampus Pascasarjana FH Universitas Andalas.

“Kunci hakim adalah akhlak. Integritas bukan hanya tentang keilmuan tapi juga moral. Seperti halnya kasus Irman Gusman, dengan tidak tepatnya putusan hakim, hukum pun rusak dan kebenaran pun tersingkirkan,” kata Eman, yang juga merupakan mantan Ketua Komisi Yudisial ini.

Eman menilai putusan terhadap Irman Gusman ini cukup aneh. Karena menurutnya, pasal dakwaan yang menjerat Irman tidaklah tepat. Ia juga berpendapat, Irman tak bisa dihukum dengan tuduhan telah mempengaruhi kepala Bulog untuk menyalurkan gula ke Sumatera Barat, karena sebagai Ketua DPD RI saat itu, Irman tidak memiliki kewenangan dalam jabatannya untuk menentukan distribusi impor gula dan tindakannya pun tak bisa dikatakan berlawanan dengan kewajiibannya, karena DPD tidak memiliki kewenangan ataupun kewajiban tentang kebijakan pergulaan.

Selain itu, Eman juga mengatakan uang negara yang dihabiskan mulai dari proses penyadapan terhadap Irman Gusman hingga penangkapan sampai dijatuhkannya putusan pengadilan ternyata jauh lebih besar ketimbang uang Rp100 juta yang diangggap sebagai suap terhadap mantan Ketua DPD itu.

Kemudian, Prof. Suteki, Guru Besar FH Undip yang juga hadir pada diskusi itu sebagai pembicara menilai kalau penyadapan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharusnya ada alasan hukum yang kuat dan tepat. Tidak bisa hanya karena kekuasaan, tindakan penyadapan itu dilakukan. “Jika memang ada dugaan, harusnya ada upaya pencegahan, tapi hal ini tidak dilakukan KPK,” kata Suteki.

Dia juga menilai, apa yang terjadi pada kasus Irman Gusman ini bisa saja diartikan sebagai pemberian, atau dengan kata lain Direktur CV Semesta Berjaya telah memberikan semacam hadiah kepada mantan Ketua DPD RI ini. Di masyarakat Minangkabau pun, kata Prof. Suteki, ada budaya memberikan hadiah kepada seseorang. “Harusnya pengadilan pun bisa menilai dengan mengedepankan kebenaran, apakah kasus Irman ini murni suap atau hanya pemberian hadiah saja.

#Ryan
[blogger]

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.