Payakumbuh (RangkiangNagari) – Aula Ngalau Indah Balai Kota Payakumbuh siang itu tampak seperti ruang tumbuh kreativitas baru.
Di ruang yang biasanya dipenuhi agenda rutin pemerintahan, hari itu suasananya berbeda, meja panjang berisi alat peraga inovasi, hingga pajangan dari produk hasil daur ulang.
Di balik deretan itu, ada kegelisahan, harapan, sekaligus keyakinan bahwa masa depan sebuah kota bisa berubah hanya lewat sebuah ide kecil.
Seperi halnya, kota kecil di jantung Sumatera Barat ini mampu membangun dirinya melalui keberanian mencoba hal-hal yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
Wali Kota Payakumbuh, Zulmaeta, berdiri di atas panggung Anugerah Inovasi Kota Payakumbuh 2025 dengan ekspresi yang tenang.
Namun, dari penyampaian beliau memperlihatkan urgensi yang jelas, perubahan sudah ada di depan mata, dan pemerintah tidak boleh lambat merespons.
“Laju inovasi sudah mengubah cara kita bekerja, berinteraksi, dan hidup. Pemerintah tidak bisa lagi memakai cara lama,” kata Wako Zulmaeta, Rabu (26/11/2025).
Zulmaeta tidak menempatkan inovasi sebagai jargon yang indah untuk dipajang dalam laporan tahunan.
Baginya, inovasi adalah soal kepekaan, kemampuan menangkap persoalan yang dirasakan masyarakat sebelum masalah itu menjadi besar.
Ia menyebut contoh sederhana: antrean layanan kependudukan yang dulu mengular karena banyak warga tidak memahami prosedur.
“Kalau kita peka, kita tahu di mana hambatannya,” katanya.
Dari kepekaan itu lahirlah inovasi Disdukcapil yang hari itu juga menerima penghargaan sebagai OPD terinovasi.
Dalam narasi Zulmaeta yang mengalir, jelas terlihat bahwa Payakumbuh tidak sedang berbicara tentang inovasi sebagai teknologi mahal atau sistem rumit. Kota ini sedang belajar mengubah cara berpikirnya.
Salah satu hambatan terbesar dalam mendorong kemajuan daerah saat ini bukanlah kurangnya teknologi, melainkan kebiasaan aparatur yang masih nyaman dengan pola kerja lama.
“Zona nyaman itu musuh terbesar kita, pemerintah tidak bisa lagi berjalan dengan ritme yang sama seperti lima atau sepuluh tahun lalu,” tuturnya.
Ia menegaskan bahwa inovasi bukan sekadar wacana, tetapi merupakan bentuk tanggung jawab yang melekat pada setiap aparatur.
“Kalau kita ingin Payakumbuh bergerak maju, maka kita semua harus siap bergerak terlebih dahulu. Tidak ada lagi ruang untuk bertahan di zona nyaman. Yang mau maju pasti berubah. Yang tidak berubah akan tertinggal,” terangnya.
Kepala Bappeda Kota Payakumbuh, Syafwal, ikut menegaskan perspektif yang sama.
Ia mengakui bahwa inovasi hari ini menjadi alat ukur penting bagi pemerintah daerah. Namun lebih dari itu, inovasi telah menjadi “bahasa baru” bagi birokrasi.
“Organisasi kita punya banyak talenta kreatif. Tugas kita menggali mereka dan memberi ruang tumbuh,” ujarnya.
Ia mengibaratkan inovasi sebagai air yang harus menemukan jalannya. Bila pemerintah membuka ruang, memberi udara, dan memastikan tidak ada hambatan, maka ide-ide baru akan tumbuh dari mana saja.
Seperti Khalid Zamri, Lurah Koto Tangah dengan peta digital wilayahnya. Ia bukan programmer. Tapi rasa ingin tahunya menuntunnya membuat inovasi Peta Digital Koto Tangah, atau PeDKT, hingga akhirnya menjadi inovasi yang diapresiasi.
Di sebuah kota yang sedang belajar berlari, itu adalah contoh bahwa inovasi tidak selalu muncul dari ruang rapat, tapi dari keingintahuan dan keberanian bereksperimen.
Penerima penghargaan lain tidak kalah menarik. SDN 61 Payakumbuh menjadi sekolah dasar terinovasi. SMPN 1 Payakumbuh kembali menunjukkan tradisi kreatifnya. Puskesmas Lampasi Tigo Nagori mendapat apresiasi atas pelayanan adaptifnya.
Jika dilihat sekilas, daftar itu tampak seperti daftar penghargaan biasa. Namun di baliknya ada cerita yang lebih besar, bahwa setiap ujung kota kini menjadi laboratorium kecil perubahan.
Di balik penganugerahan, ada kerja panjang yang tidak terlihat, mulai dari pendampingan, uji coba lapangan, pelatihan, hingga diskusi lintas perangkat daerah.
Bappeda merangkai semuanya dalam satu kerangka besar, menciptakan budaya inovasi.
Namun Syafwal sadar bahwa menciptakan budaya bukan pekerjaan sehari. Ia pekerjaan yang dilakukan perlahan, tapi konsisten.
“Kita ingin inovasi ini tidak berhenti di acara. Ia harus menjadi kebiasaan,” katanya.
Sementara itu, Koordinator Penyelenggara Fasilitasi Inovasi Robby Hafanos menyampaikan, kegiatan ini selain penghargaan, misi utamanya adalah sebagai wadah penjaringan inovasi bagi perangkat daerah, ASN dan masyarakat dalam mengeksplorasi kreativitas inovasinya.
“Semoga semakin banyak lahir inovator-inovator hebat di Kota tercinta ini,” tutupnya.
Payakumbuh, kota yang selama bertahun-tahun dikenal sebagai kota kecil dengan ritme yang tenang, kini memasuki fase baru. Ia menaruh taruhannya pada inovasi.
Zulmaeta menutup acara dengan satu kalimat yang tak hanya terdengar sebagai motivasi, tetapi sebagai kompas masa depan.
“Jangan takut berinovasi. Dengan keberanian mencoba, kita sedang membentuk masa depan Payakumbuh,” ucapnya.
“Karena di Payakumbuh, inovasi bukan lagi kata. Ia sudah menjadi gerak,” pungkasnya.
Kegiatan itu juga dihadiri Wakil Wali Kota Payakumbuh Elzadaswarman, Sekda Rida Ananda, asisten, Kepala OPD, nominator, inovator dan undangan lainnya.
#Rn



