21 Negara Bakal Hadiri Simposium Internasional di Kota Sawahlunto

PADANG (RangkiangNagari) - Kota Sawahlunto dipercaya menjadi tuan rumah kegiatan We Are Site Managers International Symposium. Kegiatan yang digelar pada 23 hingga 28 Agustus 2025 tersebut akan dihadiri perwakilan dari 21 negara dan menghadirkan 35 narasumber. Termasuk dari UNESCO dan Komite Warisan Dunia.

Kepala Dinas Kebudayaan Sumatera Barat (Sumbar), Jefrinal Arifin mengatakan, simposium internasional di Sawahlunto nanti bertujuan memperkuat upaya perlindungan dan pengelolaan Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (WTBOS) yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO pada 6 Juli 2019 lalu.

Pentingnya kegiatan tersebut, bakal dibentuk badan pengelola WTBOS. Pasalnya, sejak 2019 ditetapkan WTBOS oleh UNESCO hingga saat ini belum memiliki badan pengelola resmi.

“Sampai sekarang belum ada badan pengelola WTBOS ini. Baru ada sekretaris bersama (sekber). Desakan muncul untuk membentuk badan pengelolanya,” kata Jefrinal didampingi Kepala Dinas Kominfotik Sumbar, Siti Aisyah saat jumpa pers, Selasa (19/8) di Aula Dinas Kominfotik Sumbar.
Dengan digelarnya simposium ini, tambah Jefrinal, ada inisiatif meningkatkan pemahaman internasional mengenai peran, tanggung jawab, tantangan, dan kebutuhan para pengelola situs warisan dunia. Apalagi, secara khusus simposium berfokus pada penguatan hubungan kolaboratif antar pengelola situs dan praktisi warisan budaya.
Simposium ini terlaksanakan kolaborasi Direktorat Jenderal Diplomasi Promosi dan Kerja Sama Kebudayaan Kementerian Kebudayaan dengan Dinas Kebudayaan Sumbar dan 8 pemerintah kabupaten kota yang dilalui rel kereta api WTBOS.

Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah III, Kementerian Kebudayaan RI, Nurmatias, kegiatan We Are Site Managers International Symposium ini akan menelusuri jejak peradaban batu bara. Mulai dari Ombilin Kota Sawahlunto hingga ke Teluk Bayur Kota Padang.

Bahkan ada satu daerah jalur membawa batu bara ke luar Sumbar, melalui Sijunjung ke Durian Gadang hingga ke Teluk Kuantan. “Bahkan di Durian Gadang ini tempat meninggalnya penemu batu bara di Ombilin Sawahlunto yakni, Willem Hendrik de Greeve. “Di Gedung Museum BI di Muaro Padang juga ada prasasti Willem Hendrik de Greeve,” terangnya.
Nurmatias menambahkan, WTBOS pada 6 Juli 2019 diusulkan dan ditetapkan menjadi warisan budaya dunia oleh UNESCO. Selama enam tahun setelah ditetapkan menjadi warisan dunia, dilakukan inisiasi menginformasikan WTBOS yang jalur kereta apinya melalui delapan kabupaten kota di Sumbar.

Dengan adanya kegiatan simposium ini diharapkan bisa memberikan informasi kepada masyarakat dunia terkait WTBOS ini. Sehingga dapat menggugah semangat bersama mengembangan WTBOS jadi modal pelestarian budaya dan daya tarik wisata masyarakat dunia.
Pada simposium nanti, selain sesi diskusi, terang Nurmatias, peserta akan mengikuti kunjungan lapangan ke sejumlah titik penting di kawasan tambang Ombilin dan berdialog langsung dengan masyarakat. “Dengan adanya kunjungan ke lapangan, menjadikan simposium tidak hanya sebagai forum ilmiah semata, tetapi juga ruang refleksi dan aksi nyata,” ujarya.

Nurmatias juga berharap pada kegiatan simposium juga menghasilkan Dokumen Sawahlunto sebagai bagian rekomendasi dan rencana tindaklanjut pembentukan badan pengelola WTBOS. “Dokumen tersebut nantinya menjadi pijakan penting dalam pengelolaan situs warisan budaya dunia ke depannya,” harapnya.
Dewan Pengarah Kegiatan We Are Site Managers International Symposium, Sudarmoko mengatakan, sebelum digelarnya perhelatan symposium, telah digelar Galanggang Arang, yakni, program penguatan ekosistem objek kemajuan kebudayaan di sepanjang jalur dan daerah tambang WTBOS.

“Pelaksanaan simposium yang bakal dihadiri pengelola warisan dunia, menghadirkan 35 narasumber. Termasuk perwakilan dari UNESCO dan komite yang bertugas merancang pengusulan warisan dunia ke UNESCO,” terangnya.

Tujuan kegiatan simposium, terangnya, mempromosikan WTBOS kepada dunia. Selain itu membangun jaringan yang kuat antara warisan dunia.

“Sekarang WTBOS belum ada pengelola. Tapi skema pengelolaan sudah ada. Bisa sekber atau pihak swasta yang mengelola nantinya,” terangnya.
Hasil yang diharapkan dari simposium ini, tambahnya, akan ada Dokumen Sawahlunto untuk mendorong membentuk badan pengelola dan pengelolaan warisan budaya dunia di Indonesia. Juga ada publikasi makalah dan membangun jejaring dan lainnya.

Rangkaian Kegiatan We Are Site Managers International Symposium

Terkait rangkaian kegiatannya, pada tanggal 23 Agustus nanti peserta hadir dan pada malam harinya mengikuti resepsi jamuan makan malam di Istana Gubernur Sumbar. Pada tanggal 24 Agustus, peserta menuju perjalanan ke Sawahlunto.

Sebelumnya peserta singgah ke Stasiun Kereta Api di Kayu Tanam dilanjutkan ke Stasiun kereta Api di Padang Panjang. Kemudian peserta melanjutkan perjalanan ke Sijunjung dengan singgah ke Kampung Adat yang sudah masuk dalam list UNESCO untuk diusulkan menjadi warisan budaya dunia. Kemudian, peserta menuju Sawahlunto untuk pembukaan acara We Are Site Managers International Symposium di Rumah Dinas Wali Kota Sawahlunto.
Pada 25 Agustus nanti digelar seminar di Hotel Khas Ombilin dan berlanjut dengan kunjungan beberapa situs WTBOS. Peserta juga akan melakukan perjalanan dari Stasiun Kereta Api di Sawahlunto menuju ke Muaro Kalaban.
Peserta juga akan menyaksikan festival dan hiburan rakyat dan kesenian. Kemudian jamuan makan malam dan ada penanaman pohon dan launching Dokumen Sawahlunto dan penandatanganan prasasti nantinya.

 

#Rn

Labels: , ,
[blogger]

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.