Dharmasraya (Rangkiangnagari) - Sekretaris KNPI Dharmasraya, Rifdal Fadli, SH, M.Kn, melontarkan kritik keras terhadap gaya kepemimpinan Bupati Annisa Suci Ramadhani. Ia menilai pemerintah daerah kini menunjukkan sikap arogan dan angkuh karena tidak memberi ruang bagi Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) maupun Organisasi Kepemudaan (OKP) dalam kebijakan maupun kegiatan resmi.
“Tidak keterlibatan Ormas dan OKP dalam arah kebijakan pemerintah daerah itu bentuk keangkuhan dan arogansi. Seharusnya pemerintah daerah bersinergi dan saling bergandengan dengan Ormas dan OKP demi kemajuan daerah,” tegas Rifdal Fadli, Sabtu (23/8/2025).
Menurutnya, sejak Dharmasraya mekar, Ormas dan OKP selalu dilibatkan dalam kegiatan pemerintahan, baik dalam perumusan kebijakan maupun perayaan momentum bersejarah. Namun pola tersebut hilang di bawah kepemimpinan Annisa. Puncaknya terlihat pada upacara peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus lalu. Tidak satu pun Ormas dan OKP diundang hadir mendampingi pemerintah daerah.
“Di daerah lain, baik provinsi maupun kabupaten/kota, Ormas dan OKP justru diberi tempat terhormat di acara kenegaraan. Hanya di Dharmasraya pola itu hilang. Seakan-akan pemerintah ingin berjalan sendiri, tanpa mitra,” kritik Rifdal yang juga menjabat Sekretaris MD KAHMI Dharmasraya.
Ketiadaan pelibatan ini, kata Rifdal, menunjukkan belum adanya pemahaman bupati terhadap peran strategis Ormas dan OKP. Padahal, organisasi-organisasi ini bukan sekadar pelengkap, melainkan pilar demokrasi dan mitra pemerintah. Mereka berfungsi sebagai penyalur aspirasi rakyat, penghubung pemerintah dengan masyarakat, agen perubahan, hingga pengawas jalannya pembangunan.
“Kalau Bupati Annisa belum tahu, datanya ada. Begitu banyak Ormas dan OKP di Dharmasraya. Kami bisa tunjukkan jumlahnya. Jangan seolah-olah mereka tidak ada. Pemerintahan yang berjalan sendiri tanpa melibatkan unsur kemasyarakatan dan kepemudaan adalah bentuk pemerintahan tiran atau otoriter,” tambah Rifdal.
Kritik Rifdal membuka kembali perdebatan lama soal arah demokrasi di tingkat lokal. Dalam sistem otonomi daerah, pemerintah kabupaten sejatinya diharapkan membangun partisipasi luas, bukan menutup pintu partisipasi. Tradisi Minangkabau bahkan menekankan prinsip “duduak surang basampik-sampik, duduak basamo balapang-lapang.” Artinya, keputusan besar seharusnya lahir dari musyawarah bersama, bukan kehendak segelintir elit.
Jika pola eksklusif ini terus berlangsung, Dharmasraya berisiko terjebak dalam kepemimpinan elitis yang abai pada suara rakyat. Padahal, partisipasi Ormas dan OKP tidak hanya memperkaya gagasan pembangunan, tapi juga memperkuat legitimasi pemerintah di mata publik.(St)