Dharmasraya (Rangkiangnagari) - Dharmasraya diguncang kabar mengejutkan. Bupati Annisa Suci Ramadhani melaporkan dugaan korupsi senilai sekitar Rp600 juta yang melibatkan Kuasa Bendahara Umum Daerah (BUD) Badan Keuangan Daerah (BKD) ke pihak kepolisian. Langkah ini bukan hanya formalitas hukum, tapi juga langsung memicu perdebatan panas apakah ini murni tindakan moral, atau ada aroma panggung politik pencitraan?
Apakah ini murni panggilan nurani, atau sekadar panggung politik diawal kepemimpinannya. Apakah bupati benar-benar menolak segala bentuk pembiaran, atau hanya sedang memilih “korban” untuk dipertontonkan sebagai bukti kesucian pemerintahannya?
Kita semua paham, di dunia politik, kebenaran kadang tak lebih dari kostum yang dipakai sesuai kebutuhan. Melaporkan bawahan bisa menjadi langkah heroik, tetapi juga bisa menjadi strategi licik: membentuk citra bersih, menyingkirkan orang yang tak lagi sejalan, atau mengalihkan perhatian dari masalah lain yang lebih besar.
Rakyat berhak tahu, apakah bupati ini juga sama tegasnya jika yang terlibat adalah orang dekatnya, tim suksesnya, atau sekutunya di parlemen daerah? Integritas sejati tidak memilih waktu, tempat, dan sasaran. Integritas sejati justru diuji ketika yang harus dilawan adalah lingkaran terdekat sendiri.
Sejarah politik daerah mengajarkan, banyak “operasi bersih” hanyalah pementasan. Figur di atas panggung tampak gagah, tetapi di balik layar, sutradaranya sedang menghitung suara dan mengukur peluang.
Jika bupati ini sungguh-sungguh anti-korupsi, ia harus berani membuka semua pintu transparansi, memastikan proses hukum berjalan tanpa intervensi, dan membiarkan publik menilai dari konsistensinya bukan dari satu kali gebrakan yang kebetulan terjadi.
Korupsi memang musuh bersama. Tetapi pencitraan yang membungkus kepentingan pribadi adalah pengkhianatan yang lebih licik.(St)