BUKITTINGGI (RangkiangNagari) – Tanah yang sedang dibangun rumah jabatan walikota Bukittinggi di Jalan Perwira, dipasangi spanduk di pagar rumah tersebut oleh anak kamanakan Lui ST Maruhun dari kaum pasukuan guci tengah sawah, Rabu (27/11)
Spanduk dengan tulisan ” Tanah pada bagunan rumah dinas ini milik kaum guci (Lui St Maruhun) tangah sawah yang belum ada penyelesaian ganti rugi sejak 1974 oleh pemerintah Kota Bukittinggi, kami atas nama anak kamanakan kaum suku guci tengah sawah meminta pemko Bukittinggi untuk menyelesaikan segera sisa pembayaran tersebut dengan penuh kesadaran”,itu dipasang pada dua disi tanah tersebut.
Pamasangan spanduk oleh anak kamanakan Lui St Maruhun itu didampingi kuasa hukum kaum Suku Guci Zulefrimen bersama rekanan.
H. Zamri kuasa kaum suku Guci tangah sawah itu mengatakan pemasangan spanduk itu dilakukan karena Pemko Bukittinggi belum menyelesaikan kewajibanya untuk menyelesaikan pembayaran ganti rugi atau jual beli tanah tersebut sebesar 60 persen.
Dijelaskanya, pada 1974 pemko Bukittinggi telah membeli tanah itu yang luasnya 2.708 meter persegi dengan nilai Rp400 per meter. Namun saat itu Pemko baru membayarkanya Rp406.200 atau sekitar 40 persen dari jumlah luas tanah tersebut.
Setelah itu hingga saat ini tidak ada lagi transasi pembayaran sisa jual beli tanah itu. Ahliwaris atau anak kamanakan dari Lui ST Maruhun telah beberapa kali menyurati Pemko Bukittinggi untuk menyelesaikan sisa jual beli itu dengan harga yang sesuai dengan NJOP saat ini. Namun pihaknya belum juga mendapatkan kepastian pembayaran.
Sementara Wakil Walikota Bukittinggi H. Irwandi Dt Batujuah mengakui tanah tersebut ada yang belum dibayar Pemko. Sejak1974 itu Pemko Bukittinggi sudah siap untuk membayarnya, bahkan danaya sudah disiapkan. Tapi karena ada persoalan inteten keluarga di kaum itu sehingga pembayaranya belum dapat direalisasikan
Kemudian seiring berjalanya waktu pihak keluarga meminta pembayaranya cepat diselesaikan. Namun pembayaran itu tidak bisa dilalukan dengan keputusan Pemko Bukittinggi saja, tapi harus ada mekanismenya, salah satunya minta rekomendasi dari BPK serta dukungan legal opini dari kejaksaan.
“Semua itu sudah kita dapatkan dan kita akan segera bicarakan kembali dengan pihak keluarga,”ujarnya.
Pemasangan spanduk itu sempat menarik perhatian warga yang melitas di sekitar rumah dinas walikota itu bahkan sejumlah warga terlihat sengaja berheti untuk mengetahui isi atau tulisan yang tertera di spanduk tersebut.
Namun spanduk itu terpasang tidak sampai satu jam karena pihak satpol PP yang mengetahui kejadian itu langsung melakukan pencabutan.
Spanduk dengan tulisan ” Tanah pada bagunan rumah dinas ini milik kaum guci (Lui St Maruhun) tangah sawah yang belum ada penyelesaian ganti rugi sejak 1974 oleh pemerintah Kota Bukittinggi, kami atas nama anak kamanakan kaum suku guci tengah sawah meminta pemko Bukittinggi untuk menyelesaikan segera sisa pembayaran tersebut dengan penuh kesadaran”,itu dipasang pada dua disi tanah tersebut.
Pamasangan spanduk oleh anak kamanakan Lui St Maruhun itu didampingi kuasa hukum kaum Suku Guci Zulefrimen bersama rekanan.
H. Zamri kuasa kaum suku Guci tangah sawah itu mengatakan pemasangan spanduk itu dilakukan karena Pemko Bukittinggi belum menyelesaikan kewajibanya untuk menyelesaikan pembayaran ganti rugi atau jual beli tanah tersebut sebesar 60 persen.
Dijelaskanya, pada 1974 pemko Bukittinggi telah membeli tanah itu yang luasnya 2.708 meter persegi dengan nilai Rp400 per meter. Namun saat itu Pemko baru membayarkanya Rp406.200 atau sekitar 40 persen dari jumlah luas tanah tersebut.
Setelah itu hingga saat ini tidak ada lagi transasi pembayaran sisa jual beli tanah itu. Ahliwaris atau anak kamanakan dari Lui ST Maruhun telah beberapa kali menyurati Pemko Bukittinggi untuk menyelesaikan sisa jual beli itu dengan harga yang sesuai dengan NJOP saat ini. Namun pihaknya belum juga mendapatkan kepastian pembayaran.
Sementara Wakil Walikota Bukittinggi H. Irwandi Dt Batujuah mengakui tanah tersebut ada yang belum dibayar Pemko. Sejak1974 itu Pemko Bukittinggi sudah siap untuk membayarnya, bahkan danaya sudah disiapkan. Tapi karena ada persoalan inteten keluarga di kaum itu sehingga pembayaranya belum dapat direalisasikan
Kemudian seiring berjalanya waktu pihak keluarga meminta pembayaranya cepat diselesaikan. Namun pembayaran itu tidak bisa dilalukan dengan keputusan Pemko Bukittinggi saja, tapi harus ada mekanismenya, salah satunya minta rekomendasi dari BPK serta dukungan legal opini dari kejaksaan.
“Semua itu sudah kita dapatkan dan kita akan segera bicarakan kembali dengan pihak keluarga,”ujarnya.
Pemasangan spanduk itu sempat menarik perhatian warga yang melitas di sekitar rumah dinas walikota itu bahkan sejumlah warga terlihat sengaja berheti untuk mengetahui isi atau tulisan yang tertera di spanduk tersebut.
Namun spanduk itu terpasang tidak sampai satu jam karena pihak satpol PP yang mengetahui kejadian itu langsung melakukan pencabutan.
#Ryan