Malam di Dharmasraya dengan Secangkir Kopi

Dharmasraya (RangkiangNagari) - Tak turun hujan di sini, padahal tadi hampir di sepanjang jalan jatuh berderai-derai. Saya tiba di Dharmasraya, berhenti di Tren Kopi, sebuah kafe yang lega dengan meja warna putih tertata baik di lantai berkrikil putih.

Kafe ini memang dominan warna putih berada persis di hadapan kantor bupati. Walau sudah larut, Senin (22/8) tapi di kafe ini masih benderang. Beberapa anak muda mengobrol sesamanya di bawah 30 lampu yang dipasang tertata. Terasa nyaman walau di depannya adalah Jalinsum, tempat truk-truk antar provinsi mengantarkan kebutuhan rakyat.
Memesan kopi Vietnam dan selekasnya saya foto dan kirim kepada kawan yang sedang di Hanoi. Tentu saja habis “dimandikannya” sebab Hanoi adalah induk kopi tersebut. Di sana ada kopi Vietnam kelas premium.

Saya nikmati kopi di gelas kaca yang dihidangkan di atas papan pipih kecil warna biru diberi lingkaran dengan dasar lebih rendah.

Di sebelah saya ada ruang kaca dengan AC disetel rendah, tapi tak ada sesiapa pun di ruang tersebut.

Saya saksikan banyak kafe di sini. Beberapa hari lalu saya sudahnke sini pula dan diajak kawan ngopi di Kafe Uzuy
Di sini Nagari Sungai Kambut, Kecamatan Pulau Punjung, jantung Dharmasraya, malam seperti lambat bergerak, seolah ditahan alunan musik lagu Barat, yang saya tak tahu artinya. Mungkin pemilik kafe tahu.

Saya dan Roni dan Fery, duo wartawan Singgalang menikmati kopi bersama angin malam yang jinak.

Dan, tak lama kemudian datang Bupati Sutan Riska Tuanku Kerajaan. Ia baru saja nenyaksikan pertunjukan orkesta Lebah Bergantung bersama Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid. Ini dalam rangkaian acara Festivam Pamalayu dan Helat Swarnabhumi.

Jam dinding besar dari kayu jati di ruang kafe ber Ac menunjukkan pukul 11.00 lewat. Malam kian menukik menuju tikungan dinihari. Jauh di atas, langit sedang bersenda gurau dengan bintang, sebuah panorama abadi dari Tuhan.

Tuanku Kerajaan bercerita, ia akan memindahkan Jalinsum di depan kantor bupati jauh ke belakang, ini dimaksudkan agar lalulintas di depan kantornya itu nyaman. Tak ada klakson truk yang menggelegar. Sudah dioke-kan oleh pemerintah pusat.
Pukul 00.00 sekarang, kami bubar. Mobil yang membawa saya bergerak ke timur di belakang semua truk menuju Gunung Medan. Ada hotel di sana, Umega persis di depan rumah makan tempat bus-bus ke Jakarta berhenti.

Jika dengan bus, rumah makan ini terasa sudah jauh, padahal masih di Sumbar. Yang jauh adalah rantau, tapi di sini, kisah baru dimulai. Bujang dengan ransel lusuh hendak menapak masa depan.

Malam jatuh ke pelukan dingin, saya sudah di Umega, mengurai lelah dalam usia yang tak muda tapi tetap belia hehe.

 

#Rn

Labels: , ,
[blogger]

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.